Olahraga padel terus menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat di berbagai belahan dunia. Laporan global menunjukkan bahwa pada tahun 2024 saja telah dibuka lebih dari 3.200 klub baru dan sekitar 7.000 lapangan tambahan, sehingga total lapangan telah melewati angka 50.000 secara global. Sport tersebut sekarang sudah hadir lebih dari 90 negara, bahkan memasuki pasar‑potensial seperti Amerika Serikat, Inggris, India, dan Indonesia. Hal ini menandakan bahwa padel bukan lagi sekadar olahraga niche, melainkan mulai memasuki arus utama olahraga dunia.
Di tingkat profesional dan kompetisi internasional, padel juga mulai mendapat sorotan signifikan. Contohnya, turnamen tim internasional Hexagon Cup akan menghadirkan konfrontasi antara pemain top dunia seperti Agustín Tapia dan Arturo Coello di Madrid, pada Januari hingga Februari mendatang. Sementara itu, di level adaptasi olahraga inklusif, turnamen kursi roda nasional di Spanyol – IX Open Nacional de Pádel en Silla – akan berlangsung pada 17–19 Oktober 2025 dan melibatkan puluhan pasangan dari berbagai komunitas otonom. Ini menunjukkan bahwa padel tidak hanya tumbuh dari sisi jumlah pemain dan lapangan, tetapi juga dari sisi keragaman dan inklusi.
Terkhusus di Indonesia dan Asia Tenggara, padel mulai mendapat sorotan sebagai peluang bisnis dan aktivitas sosial. Di Jakarta, misalnya, klub‑klub padel melaporkan tingkat pemesanan lapangan yang tinggi, dan olahraga ini diposisikan sebagai “social sport” atau olahraga sosial yang bisa memperkuat jaringan pertemanan di antara para profesional muda. Di Indonesia pun, Kementerian Pemuda dan Olahraga mendorong padel sebagai olahraga yang bisa “memasyarakatkan” aktivitas fisik, bukan sekadar kompetisi semata. Dengan demikian, arah perkembangan padel menunjukkan bahwa ia mulai menjadi bagian dari gaya hidup aktif, bukan hanya olahraga rekreasi biasa.
Meskipun demikian, tantangan juga makin jelas terlihat. Dengan begitu cepatnya pertumbuhan lapangan dan klub baru, muncul persoalan seperti rezoning penggunaan lahan dan hambatan perizinan, seperti yang terjadi di Irlandia dimana rencana pusat padel bernilai jutaan euro harus ditolak karena tidak sesuai peruntukan lahan. Selain itu, agar padel benar‑benar bisa memasuki ranah olahraga internasional tingkat tertinggi – termasuk peluang masuk ke program olahraga seperti Olympic Games – maka diperlukan mekanisme kompetisi, organisasi, dan eksposur publik yang lebih kuat. Dengan dinamika seperti ini, masa depan padel tampak menjanjikan, namun juga memerlukan perencanaan dan regulasi yang matang agar tidak sekadar booming sementara.