Kesehatan jantung atlet menjadi sorotan setelah American Heart Association bersama American College of Cardiology merilis pembaruan penting mengenai partisipasi atlet dengan kondisi jantung. Kini, atlet dengan kelainan kardiovaskular tertentu bisa tetap berkompetisi asalkan dengan pertimbangan ilmiah dan keputusan bersama antara dokter dan atlet. Selain itu, penilaian pra-partisipasi kini lebih fleksibel dan individual, tidak langsung mendiskualifikasi mereka hanya karena diagnosis tertentu.

Sementara itu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa perubahan di otak akibat gegar otak (concussion) bisa bertahan lama meskipun atlet sudah dinyatakan aman untuk kembali bertanding. Melalui pemindaian MRI, ditemukan bahwa aliran darah otak (cerebral blood flow) dan struktur materi putih otak tetap menunjukkan perbedaan signifikan hingga satu tahun setelah pemulihan klinis. Temuan ini menimbulkan kekhawatiran baru tentang efek jangka panjang olahraga kontak dan perlunya protokol pemulihan yang lebih hati‑hati.

Di tingkat nasional, Indonesia mengambil langkah strategis dengan pengembangan Rumah Sakit Olahraga Nasional (RSON) di Cibubur sebagai pusat rehabilitasi, sains olahraga, dan perawatan psikologis atletRencana ini merupakan kolaborasi antara Kementerian Pemuda & Olahraga dan Kementerian Kesehatan, dengan target operasional penuh pada 2026. RSON bertujuan menjadi ekosistem terpadu yang mendukung pemulihan cedera, evaluasi medis, dan peningkatan performa atlet di masa mendatang.

Akhirnya, tren cedera terkait olahraga terus berubah, khususnya cedera tangan dan pergelangan yang semakin sering terjadi di kalangan atlet amatir dan profesional. Di Malaysia misalnya, cedera tangan dan pergelangan menyumbang sekitar 25% kasus cedera olahraga. Penanganan awal yang cepat dan rehabilitasi tepat dapat mencegah komplikasi jangka panjang. Untuk atlet muda, perhatian khusus pada teknik dan pemakaian perlengkapan yang sesuai menjadi kunci dalam meminimalkan risiko.