Penyelenggaraan SEA Games 2025 di Thailand menghadapi sejumlah tantangan signifikan menjelang pembukaannya. Curah hujan tinggi dan banjir hebat di selatan Thailand — khususnya di provinsi perencanaan awal seperti Songkhla — memaksa panitia untuk merelokasi sebagian besar cabang olahraga ke pusat seperti Bangkok dan Chonburi. Penyesuaian ini dilakukan untuk menjamin keselamatan atlet, ofisial, dan penonton, serta agar ajang tetap bisa terlaksana sesuai jadwal (9–20 Desember 2025).

Namun relokasi bukan satu-satunya kendala. Negara Kamboja memutuskan menarik diri dari delapan cabang olahraga, termasuk sepak bola, judo, gulat, karate, dan cabang tradisional untuk SEA Games seperti wushu dan pencak silat — mengklaim “alasan keamanan” sebagai alasan utama. Akibat keputusan ini, kontingennya mengecil drastis: dari rencana awal sekitar 333 atlet, kini hanya akan mengirim sekitar 150 atlet di 13 cabang olahraga.

Meski ada hambatan, beberapa cabang sudah mulai menunjukkan hasil positif. Contohnya tim U-22 sepak bola dari tuan rumah Thailand dan Vietnam sama-sama memetik kemenangan dalam laga pembuka grup mereka: Thailand mengalahkan Timor Leste 6–1, sedangkan Vietnam menang tipis 2–1 atas Laos. Ini jadi kabar menggembirakan bagi tuan rumah dan peserta, sekaligus memberikan energi positif bahwa SEA Games bisa tetap berjalan dengan semangat persaingan tinggi walau dalam kondisi adaptasi lokasi dan jadwal.

Situasi ini menunjukkan bahwa SEA Games 2025 menjadi ajang penuh tantangan sekaligus peluang — bukan hanya bagi para atlet, tetapi juga penyelenggara dan penonton. Dengan penataan ulang venue dan penyesuaian kontingen, SEA Games tetap berupaya hadir sebagai pesta olahraga regional terbesar di Asia Tenggara. Bagi penggemar olahraga, ini juga menjadi pengingat bahwa di balik gemerlap medali dan pertandingan, ada proses adaptasi besar yang terjadi untuk menjaga semangat persaingan, keamanan, dan kesetaraan bagi semua peserta.