Dalam beberapa pekan terakhir, ajang besar seperti Chicago Marathon (12 Oktober 2025) kembali menunjukkan dominasinya sebagai salah satu maraton utama dunia, dengan pemenang seperti Jacob Kiplimo dan Hawi Feysa yang mengukir prestasi di Windy City.Tak hanya memperkuat posisi pelari elite dari kawasan Afrika Timur, event semacam ini juga menegaskan bahwa komunitas lari global tetap hidup dan kompetitif, baik untuk atlet profesional maupun pelari amatir.
Namun, persaingan ketat bukan satu-satunya dinamika: muncul pula kabar serius terkait regulasi dan integritas olahraga lari. Contohnya, Ruth Chepngetich — pemegang rekor dunia maraton wanita — dijatuhi larangan tiga tahun oleh Athletics Integrity Unit setelah terbukti menggunakan zat diuretik terlarang. Meskipun rekor yang ia catat tetap diakui karena dibuat sebelum pelanggaran, kasus ini memunculkan pertanyaan serius tentang kejujuran dalam perlombaan jarak jauh serta upaya internasional dalam memerangi doping.
Di sisi regulasi event, persyaratan kualifikasi untuk kejuaraan tunggal juga semakin ketat. Misalnya, Boston Marathon mengumumkan waktu cutoff untuk edisi 2026 yang membuat ribuan pelari tidak bisa masuk, meskipun mereka telah mendaftar. Kebijakan ini mencerminkan bahwa maraton-elite bukan hanya soal keinginan untuk ikut, melainkan harus didukung catatan performa yang sudah terbukti — yang bisa menjadi tantangan bagi pelari amatir dengan ambisi besar.
Secara keseluruhan, dunia lari saat ini berada pada persimpangan antara pertumbuhan massa—dengan partisipasi besar dan adanya kerja sama internasional seperti antara Detroit Lions dan Köln Marathon di Jerman untuk memperluas komunitas lari— serta tekanan yang meningkat dalam hal regulasi dan integritas. Bagi penggemar maupun pelari amatir, penting untuk memahami bahwa selain latihan dan persiapan fisik, faktor seperti catatan performa sebelumnya, kepatuhan terhadap aturan, dan reputasi event yang diikuti kini menjadi bagian tak terpisahkan dari pengalaman lari global.